Untuk Gadis yang Melintas tiap Kamis (3)
Bismillah
RR
aku
selalu suka menulis ketika ditemani suara gerimis. Ada semacam inspirasi yang
tercurah begitu saja ke pikiran. Oh iya, kalau kamu lebih suka menghafal di
waktu hujan atau cerah? Kalau aku tergantung musimnya, hehehe. Kalo pas musim
hujan ya, suka hujan, kalo kemarau ya suka malam, heuheuheu. Ya, setiap orang bebas menyukai dan memilih
apapun, asal ia tidak menghina yang ia pilih, begitulah seharusnya, sehingga
tidak terjadi saling hina-menghina. Aku suka malam, bukan berarti tidak suka
siang. Aku suka hujan bukan berarti aku menolak mentari, sedang pemikiran yang
marak sekarang ini adalah, jika aku suka hujan, berarti aku benci matahari,
jika aku suka malam, berarti aku benci siang. Kesalahan berpikir Inilah yang
sering kali tidak disadari masyarakat awam, kalau dalam bahasa kerennya logical
fallacy seperti ini dinamakan false dicotomy, kalo gak salah tulisannya begitu,
heuheu.
Kamu
jangan sampai punya pikiran seperti itu ya, tidak baik untuk kesehatan. Hehe.
Juga bisa mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara, heuheuheu. Sebagai ibu
negara yang baik, kamu harus bisa mejadi contoh bagi rakyat, setidaknya
anak-anakmu, heuheu.
Oh iya,
dalam bulan-bulan yang berat tapi menyenangkan itu, aku sering menanggalkan
beban dengan menulisnya dalam puisi. Puisi yang berjudul “mata”, “tuls”,
“e-say” adalah diantaranya, sebenarnya masih banyak, hanya saja belum
sepenuhnya selesai, heuheu, dan masih banyak yang belum lulus sensor.
Begitulah
bulan-bulan berlalu, ketika aku belum punya nomor telfonmu, dan belum ada cukup
keberanian untuk sekadar memandangmu. Tapi percayalah, kata mBAh Tejo
"Puncak kangen paling dahsyat adalah ketika dua orang, tak saling
menelpon, tak saling SMS, BBM-an, tapi diam-diam keduanya saling
mendoakan." Masalahnya, aku tidak tau, kamu mendoakanku atau tidak,
heuheuheu. Kamu pernah baca quotes yang ini kan? Ini quotes yang laku banget di
pasaran. Jadi kalau berdasar quotes itu saya belum memenuhi syarat untuk
mencapai puncak kangen, karena mungkin kamu belum mendoakan saya. Tapi, saya selalu
optimis, dan berdoa, semoga kamu mendoakan saya, heuheuheu.
Dengan
menyalurkan rindu kedalam puisi dan doa, aku sudah cukup tenang menghadapi
hari-hari selanjutnya. Tidak ada kegelisahan yang keterlaluan lagi. Tapi
dibalik itu. ternyata Alloh punya
skenario lain, dan babak baru akan dimulai, yang lebih berat dari sebelumnya.
Semoga aku bisa merangkai kata yang pas untuk menyeritakannya. Semoga.
Komentar
Posting Komentar